source ; anjardimara


who is you ?

Tulisan : Jangan Panggil Aku “Ikhwan”

Pada suatu hari, aku berdiskusi dengan diri sendiri. Berdiskusi dengan orang lain. Mengamati orang-orang, memperhatikannya dan menemukan satu hal yang orang lain rasakan (dan mungkin aku juga rasa) dan aku tertarik untuk menuliskannya. Hal ini sepertinya terjadi pada laki-laki dan perempuan dan aku menuliskannya dari sudut laki-laki. 
Aku adalah seorang laki-laki biasa yang apabila kamu bertemu. Bisa jadi tidak ada satupun yang membedakan antara aku dan laki-laki pada umumnya. Aku tidak suka dipanggil “ikhwan”, ketika makna kata ini bergeser. Ke arah untuk menunjukkan sesosok laki-laki yang paham agama, yang kemana-mana menunduk, yang hafal banyak ayat. Sesosok yang beragama taat.
Aku tidak suka dipanggil ikhwan, karena aku tidak seperti itu. Aku suka nongkrong di cafe-cafe, berkumpul dengan orang-orang “gaul”, aku berteman dari perempuan ber-rok mini hingga jilbab syari. Berteman dengan yang pegang quran hingga pegang botol minuman. Aku menjadi diriku yang aku percayai, dan selama Tuhan tidak membencinya.
Aku tidak suka dipanggil ikhwan meski aku suka datang ke kajian. Apa lantas karena aku sering ke masjid atau mengikuti kegiatan disana? Aku kadang masih bersalaman dengan perempuan, aku tahu itu salah dan aku merasa imanku memang lemah. Aku seringkali jelalatan di perjalanan. Aku tahu seharusnya aku menundukkan pandang tapi aku akui imanku sangat lemah.
Aku masih suka perempuan dan aku sedang belajar bagaimana cara menyikapi mereka. Maka jangan heran ketika kamu melihatku bercanda seolah-olah tidak mencerimankan ke-ikhwan-an seperti dalam pikiranmu.
Jangan panggil aku ikhwan (akhwat) hanya karena aku terlihat seperti itu, aku merasa panggilanmu memberatkanku. Jadi jangan heran ketika aku berbuat salah. Karena aku memang sering sekali berbuat salah. Jangan terlalu berangan lebih, terutama berangan yang baik-baik. Aku tidak sebaik itu, namun aku juga tidak seburuk apa yang kamu pikirkan.
Setidaknya aku ingin belajar, dan bagiku-aku percaya bahwa belajar agama tidak melulu di pengajian. Belajar tidak pula harus kepada orang baik. Aku suka berdiskusi, dan kepada siapapun aku suka bertukar pikiran.
Aku terus membaca agar pemahamanku terisi, agar aku tahu bagaimana menyikapi setiap orang. Agar aku tahu bahwa dunia disekelilingku beraneka ragam dan aku tidak mungkin menghindarinya sama sekali. Biarkanlah aku belajar dengan tenang. Aku membutuhkan banyak waktu untuk memahami satu hal dan jangan beratkan aku pada label yang kamu berikan.

dilihat dr sudut pandang dri sni,.,